Pendahuluan
Feminisme dan ekologi rasanya jauh. Edisi Bacaan Bumi ini menunjukkan kebalikannya. Alam telah di-injak-injak, perempuan juga. Alam menawarkan keperawatan, perempuan juga. Kaitan jasmani dan historis antara perempuan dan alam ini melahirkan perlawanan yang khas feminis terhadap perusakan ekologis. Aktivis ekologis yang paling radikal acapkali perempuan.
Dalam artikel pertama, Gerry van Klinken memperkenalkan sejumlah karya klasik di bidang 'ekofeminisme'. Pertanyaan kunci: di manakah cikal bakal permusuhan penuh kekerasan terhadap alam maupun perempuan? Dua buku, oleh Silvia Federici dan Carolyn Merchant, meniti sejarahnya. Lahirnya kapitalisme dini di Eropa Barat menandai permulaan ceritanya; lalu dilanjutkan di belahan Selatan lewat imperialisme Eropa. Diskusi tentang perspektif subsisten menutupi tulisan ini.
Perspektif subsisten dikembangkan dalam tulisan filsuf feminis Ruth Indiah Rahayu. Beda dengan banyak pengamat yang membayangkan ekofeminisme sebagai cita-cita manis tak realistis, Ruth mengawali tulisannya dengan berkunjung ke sebuah komunitas perempuan desa yang, katanya, sedang mempraktekkannya secara nyata. Dengan membuka tabir tenaga kerja perempuan untuk mereproduksi tatanan sosial – di tengah alam yang dinikmati secara subsisten – kaum ekofeminis menggenapi pemikiran Karl Marx secara sangat inspiratif.
Simaklah Bacaan Bumi edisi ini! Kirimlah tanggapan ke (editor@insideindonesia.org).
Gerry van Klinken (Editor, Bacaan Bumi)