Mencegah bunuh diri tiruan

Published: Jul 24, 2020
English version
Advokat pencegahan bunuh diri dengan jurnalis dapat mengubah peliputan berita bunuh diri di Indonesia

Benny Prawira

Pada tahun 2014, seorang siswa SMP Indonesia meninggal dunia karena bunuh diri. Kejadian ini kemudian diberitakan secara besar-besaran oleh media. Beberapa platform media daring menyebutkan nama lengkap, cara mendiang bunuh diri, hingga alamat rumahnya di judul berita. Salah satu jurnalis bahkan mewawancarai ketua RT yang menyatakan ‘dia [mendiang] dipengaruhi [bunuh diri] oleh [karena] komik Jepang.’ Ada juga yang menganggap penyebab utama bunuh dirinya adalah perceraian kedua orang tuanya. Selain adanya pelanggaran privasi dan pemangkasan kompleksitas bunuh diri, praktik peliputan berita seperti ini tidak menghormati keluarga yang berduka. Pemberitaan tidak mengikuti pedoman pemberitaan bunuh diri yang disediakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

Pada tahun 2017, kematian-kematian akibat bunuh diri membanjiri beragam platform media di Indonesia. Fenomena ini dimulai dengan bunuh diri yang disiarkan langsung di media sosial dan diteruskan dengan video dua kakak-beradik yang mencoba bunuh diri. Kemudian, sejak pertengahan hingga penghujung tahun 2017, kematian selebritas lokal dan internasional karena bunuh diri diberitakan secara terus menerus.

Meski pemberitaan tersebut mendorong terbentuknya diskusi yang konstruktif di ruang publik, kami juga melihat terjadinya perisakan, lelucon tidak pantas, dan dialog-dialog yang dipenuhi penghakiman seperti anggapan bahwa bunuh diri adalah tindakan yang gegabah, tanda kurang ibadah, egois, amoral, dan pengecut. Bagi penyintas, komentar-komentar di beragam platform media sosial amat menekan, memicu stres, dan penuh stigma. Media dan platform media sosial membentuk pandangan negatif terhadap bunuh diri.

Ada yang salah

Di saat itu, Into the Light Indonesia Suicide Prevention Community for Advocacy, Research, and Education menyadari ada kekeliruan dalam cara pemberitaan bunuh diri di media Indonesia. Ketika kami bertanya bagaimana penyintas percobaan bunuh diri bereaksi terhadap berita-berita tersebut, mereka berkata bahwa mereka merasa memiliki pengalaman yang serupa dengan korban, dan dampak buruknya adalah terpicunya keinginan bunuh diri. Mereka juga merasa tertekan dengan pemberitaan bunuh diri yang berulang-ulang. Gambaran bunuh diri yang eksplisit membuat penyintas terus membayangkannya. Kami menyimpulkan bahwa praktik peliputan seperti ini amat berbahaya dan berpotensi meningkatkan risiko bunuh diri tiruan (‘efek Werther’).

Venny, dari Tim Pencegahan Bunuh Diri Into the Light Indonesia, mengadakan lokakarya tentang pemberitaan bunuh diri pada tanggal 23 November 2019. Sejak 2017, Venny mengetuai proyek ini / Yon Beni.

Kami dari Into The Light Indonesia merasa perlu mengedukasi dan mendorong jurnalis yang memberitakan bunuh diri untuk mengikuti pedoman pemberitaan. Kami yakin dengan cara yang lebih baik, maka pemberitaan justru dapat menimbulkan harapan dan pemulihan alih-alih kengerian, ketakutan, dan drama. Untuk mewujudkan ini, kami bekerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan media Indonesia untuk menyusun pedoman pemberitaan bunuh diri nasional yang sesuai untuk Indonesia. Untuk memastikan bahwa kami tidak melanggar kebebasan pers, kami bekerja sama dengan LBH Pers (Lembaga Bantuan Hukum Pers). Bersama-sama, mereka ikut berdiskusi dengan Dewan Pers Indonesia pada bulan Februari 2018. Ide kami disambut baik, karena pemberitaan bunuh diri juga merupakan isu yang dipikirkan Dewan Pers.

Sebuah koalisi

Agar proyek ini relevan bagi jurnalis, kami mengundang dan melibatkan AJI Jakarta (Aliansi Jurnalis Independen) pada bulan Agustus 2018. Pada hari itu, koalisi yang diharapkan dapat mewujudkan pedoman pemberitaan bunuh diri dibentuk. Pada bulan September, kami mendapatkandukungan Kementerian Kesehatan untuk mengadakan seminar tentang peran media dalam pencegahan bunuh diri. Kami mengundang komunitaspenggemar Linkin Park untuk berbagi pengalaman bersama mereka yang terdampak pemberitaan bunuh diri Chester Bennington yang dilakukan secara besar-besaran. Kami juga mengundang Tirto.id, platform media daring dengan pemberitaan bunuh diri paling peka kala itu. Yosep Adi Prasetya, yang menjabat Ketua Dewan Pers saat itu, membahas pentingnya keberadaan pedoman pemberitaan bunuh diri. Seminar berhasil menyuarakan pentingnya perubahan cara media Indonesia memberitakan bunuh diri.

Setelah seminar, Dewan Pers melibatkan koalisi yang telah terbentuk tiap kali mengadakan rapat pembahasan perkembangan pedoman pemberitaan bunuh diri. Semua pemangku kepentingan media, termasuk portal media daring, media cetak, dan televisi, diundang untuk memberikan masukan. Isu privasi korban juga keluarganya dibahas, demikian pula masalah eksekusi pemberitaan yang mendalam. Melalui rapat-rapat ini, sebagian besar pemangku kepentingan dalam media sepakat bahwa sebuah pedoman diperlukan sebagai informasi untuk jurnalis sekaligus pencegahan bunuh diri tiruan.

Koalisi memberikan masukan terakhir dalam rancangan pedoman dalam rapat pada bulan Maret 2018. Di akhir bulan, Dewan Pers Indonesia menerbitkan pedoman yang tak hanya menyertakan kewajiban menghormati privasi korban bunuh diri juga keluarganya, tapi juga dengan jelas melarang membahas cara seseorang mengakhiri hidup. Pedoman ini menekankan bahwa dalam kasus bunuh diri, terdapat lebih dari satu faktor yang berperan, sehingga jurnalis tidak boleh mencantumkan tulisan yang terlalu menyederhanakan. Pedoman ini mencakupi masalah-masalah yang relevan dengan konteks kultur di Indonesia: yaitu pelarangan untuk memasukkan elemen yang bersifat supernatural atau takhayul.

Seminar pertama tentang peran media dalam pencegahan bunuh diri, diadakan pada tanggal 30 Oktober 2018 / Into the Light Indonesia.

Namun, penerbitan pedoman itu sendiri tidak cukup untuk mengubah bagaimana bunuh diri diberitakan. Kami memutuskan untuk mengedukasi jurnalis tentang pedoman ini.

Sebuah lokakarya

Pada November 2019, bertepatan dengan Hari Peringatan Penyintas Kehilangan Bunuh Diri Internasional, koalisi kami melakukan workshop untuk para jurnalis, editor, dan profesi media lain dengan jenjang karier menengah. Agung Dharmajaya, perwakilan dari Dewan Pers, adalah pembicara utama. Menurutnya, pertemuan nasional untuk Pemimpin Redaksional harus diadakan. Selama workshop, kami membahas peran media dalam menyebarkan efek Werther (bunuh diri tiruan) dan efek Papageno (perlindungan dari bunuh diri lanjutan). Gading Yonggar Ditya dari LBH Pers meyakinkan partisipan bahwa pedoman tidak bertujuan untuk melanggar kebebasan pers, melainkan untuk edukasi bagi media. Widia Primastika dari AJI Jakarta dan Caecilia Tiara dari CNN Indonesia membahas cara terbaik dalam memberitakan media. Kedua organisasi media ini memiliki kebijakan ketat dalam pemberitaan bunuh diri: bunuh diri harus dianggap sebagai kondisi kesehatan mental dan bukan sebagai tindak kejahatan atau amoral. Kami juga mengundang beberapa orang yang punya pengalaman langsung dan koordinator baru Into The Light Indonesia, Alfonsus Bayu Dirgantara, untuk berbagi pengalaman kehilangan teman karena bunuh diri dan bagaimana media memengaruhi keinginan bunuh diri temannya.

Di sesi terakhir, Venny, dari Into the Light Indonesia, dan Widia, dari AJI Jakarta, memfasilitasi diskusi tentang penerapan pedoman pemberitaan. Partisipan menyunting berita-berita bunuh diri yang tidak etis menjadi lebih sesuai dengan pedoman.

Widia Primastika dari AJI Jakarta memimpin workshop jurnalisme / Yon Beni

Partisipan lokakarya berbagi kesulitan yang mereka hadapi di bidang masing-masing, terutama yang berkaitan dengan perbedaan wawasan antara jurnalis dengan pemimpin redaksi, tekanan untuk menulis berita sebanyak mungkin dan secepat mungkin, kurangnya pengetahuan mengenai pedoman di pihak pemangku kepentingan, dan sulitnya menemukan gambaran visual yang tepat. Mereka juga mengajukan beberapa ide menarik untuk perkembangan pedoman prosedur media masing-masing, meminta koalisi untuk mengawasi dan mengkritik media yang tidak menuruti pedoman.

Menyebarluaskan ke berbagai penjuru

Selain mengadakan lokakarya, kami mengadakan kompetisi untuk mendorong jurnalis lebih menaati pedoman pemberitaan bunuh diri. Koalisi menyaring sekitar 44 artikel dan video yang berkaitan dengan bunuh diri. Ketiga pemenang datang dari tiga platform media yang berbeda, yaitu koran cetak, majalah berita daring, dan media televisi. Meski para pemenang tidak berpartisipasi dalam lokakarya, mereka berhasil menulis berita dengan etis karena informasi yang mereka terima dari seseorang yang paham isu ini. Kultur organisasi secara signifikan mengubah cara pemberitaan.

Perjalanan dalam memperbaiki pemberitaan bunuh diri di media massa Indonesia baru dimulai. Koalisi yang telah dibentuk harus terus memberikan masukan kepada para pemangku kepentingan media. Koalisi juga harus melakukan riset lanjutan dan membahas rintangan yang dihadapi jurnalis dan organisasi media dalam menaati pedoman secara lebih struktural, sistematis, dan mendalam. Perubahan pada cara peliputan berita diharapkan dapat mengubah pandangan masyarakat luas terhadap bunuh diri juga berubah. Wawasan tentang pedoman saja tidak cukup untuk menjamin kepatuhan dalam pemberitaan. Isu struktural dan kebijakan dalam media sendiri juga perlu ditangani.

Benny Prawira (prawirabenny89@gmail.com) mendirikan Into the Light Indonesia, sebuah komunitas orang muda yang fokus pada isu bunuh diri dan pencegahannya, pada tahun 2013. Saat ini, dia adalah Penasehat organisasi. Dia menyelesaikan pendidikan S2 Jurusan Psikologi di Universitas Atma Jaya pada tahun 2019.

Inside Indonesia 141: Jul-Sep 2020